Balasan Allah SWT Untuk Sepotong Pentil Singkong

Balasan Allah SWT Untuk Sepotong Pentil Singkong. Di Cipete Jakarta Selatan. Di sebuah sekolah dasar di sana, seorang pria penjual gorengan bernama Udin (bukan nama asli) berjualan.
Lonceng turun main, kira-kira akan berbunyi sepuluh menit lagi. Ia tengah memotong beberapa singkong untuk digoreng. Singkong seperti yang kita tahu, berbentuk tabung dan berkerucut pada ujungnya.
Biasanya sebuah singkong akan dipotong lima bagian. 4 bagian digoreng untuk dijual, sementara bagian ujung atau pentilnya disisihkan untuk dibuang.
Hari itu, Udin menggoreng kira-kira 5 buah singkong, dan pentil singkong yang tersisa pun berjumlah 5 karenanya.
Lonceng istirahat berbunyi, para siswa pun berhamburan ke luar kelas untuk jajan dan istirahat. Seorang anak kurus sambil menggigit jari berdiri di ujung gerobak Udin. Anak ini tidak membeli gorengan seperti siswa lainnya, juga tidak berbicara sepatah katapun.
Naluri Udin berkata bahwa anak ini tidak punya uang untuk jajan. Hati kecil menyuruhnya agar 5 pentil singkong yang ada diberikan saja kepada anak itu. Maka diambillah beberapa pentil itu. Ia masukkan ke dalam adonan tepung, kemudian digorenglah. Setelah matang, Udin menaruhnya di atas kertas lalu disodorkannya kepada anak itu.
Si anak senang bukan main. Senyumnya mengembang. Udin turut bahagia melihatnya. Belakangan, Udin tahu bahwa anak tersebut adalah seorang yatim yang baru saja kehilangan bapak.
Kejadian pagi itu terus berulang. Udin memberikan beberapa pentil singkongnya kepada anak yatim itu.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun hingga anak itu lulus dari Sekolah Dasar. Udin tidak merasa berat, sebab apa yang ia berikan kepada anak yatim itu, tiada lain adalah barang yang tiada berharga bagi siapapun. Dalam pengalamannya berjualan, tidak ada seorang pun yang mencari pentil singkong untuk dibeli. Bahkan bila dijual sekalipun dalam jumlah banyak, pastilah tidak akan laku.
Udin tak berkeberatan memberikan pentil singkongnya kepada anak itu. Bahkan untuk setiap hari!
Allah Swt akan membalas kebaikan seorang hamba bila ia membantu saudaranya bahkan hingga 700 kali lipat!
Lebih dari 30 tahun berselang setelah anak yatim itu lulus. Saat itu, Udin masih mengerjakan rutinitasnya setiap hari; yaitu berjualan gorengan di sekolah dasar yang sama. Maka berhentilah sebuah mobil mewah nan mengkilap tepat di depan gerobak Udin.
Seorang pemuda tampan turun dari mobil. Ia mengenakan setelan dan dasi yang bermerk. Rambutnya di sisir rapi dan mengkilat ditimpa sinar matahari.
Melihat calon pembeli dengan mobil bagus, Udin sigap membuka pembicaraan, “Mau beli gorengan, Den…?!” Pemuda itu tersenyum dan berkata, “Masa akang lupa sama saya?” Pertanyaan itu membuat Udin berpikir singkat, namun ia tidak menemukan jawaban. Udin lalu bertanya polos, “Memangnya…, Aden ini siapa ya?” Masih tersenyum, pemuda itu mengatakan, “Saya ini adalah anak pentil singkong, Kang!” Mendengar itu, Udin berucap tasbih. Rasa gembira terbit di hatinya melihat kesuksesan anak ini. Anak pentil singkong yang dulu kerap berdiri di pinggir gerobaknya.
“Masya Allah…. sudah sukses sekarang ya, Den?!” Udin bertanya sekali lagi. “Alhamdulillah, Kang!” jawab si Aden.
Udin lalu menggamit lengan si Aden, diajaknya masuk ke balik gerobak. Udin menyorongkan sebuah kursi kecil untuk duduk. Maka duduklah pemuda itu, sementara Udin meneruskan pekerjaannya…. menggoreng singkong, tempe dan lain-lain.
Sambil Udin bekerja, pembicaraan mengenai kenangan lama terulang kembali. Keduanya merajut rasa syukur kepada Allah Swt Yang telah melimpahkan anugerah tiada terkira. Pembicaraan tersebut terus berlanjut hingga berujung pada sebuah kalimat yang diucapkan sang pemuda.
“Akang… saya ke sini mau berterima kasih!” kata si pemuda. “Atas apa, Den?!” jawab Udin. “Berterima kasih atas kebaikan kang Udin kepada saya. Dulu kalau gak dikasih pentil singkong sama Akang, saya gak bakal bisa belajar dengan tenang. Kalau belajar gak tenang, saya gak bakal pintar. Kalau gak pintar, saya gak bakal bisa lulus sekolah dan sukses seperti sekarang…. saya ke sini mau berterima kasih ke kang Udin!”. Kalimat yang baru diucapkan oleh pemuda begitu tersusun dan membanggakan hati Udin. Namun Udin masih berkelit sambil berujar, “Den… sudah gak usah dipikirkan. Apa yang saya kasih ke Aden berupa pentil singkong itu kan gak berharga! Ngapain pake terima kasih segala. Lagian, kalo saya jual gak bakal ada yang mau…!” Udin mencoba merendah dan menolak pamrih.
Pemuda masih mengejar dengan satu pertanyaan lagi, dan ini membuat Udin menjadi bergidik. “Akang…, saya dan istri berniat haji tahun ini. Saya ingin Kang Udin dan istri mau menemani kami. Mau kan, Kang?”
Gemuruh rasa terjadi di dada Udin. Tidak pernah terbayang baginya akan ada seorang hamba Allah yang mengajaknya untuk menunaikan rukun Islam kelima. Udin pun mengiyakan, dan pemuda itu pun pergi meninggalkan Udin.
Udin dan istrinya berangkat haji. Seluruh biaya dan uang jajan keduanya ditanggung oleh si pemuda. Barangkali lebih dari Rp 60 juta yang dibayarkan olehnya. Udin dan istri lalu berangkat ke Baitullah,
menunaikan semua ritual dan kewajiban dalam ibadah haji. Hingga ia dan istri kembali ke tanah air lagi dengan selamat.
Sesampainya di tanah air, banyak kerabat, saudara dan tetangga datang bersilaturahmi. Udin membagikan oleh-oleh berupa air zamzam, kurma dan banyak lagi.
Banyak orang senang menerima hadiah tersebut. Mereka pun banyak menanyakan pengalaman Udin dan istri selama berhaji.
Udin menjawab semua pertanyaan orang yang datang sebisanya. Hingga saat ada seseorang yang bertanya tentang bagaimana caranya kang Udin dapat berhaji bersama istri padahal usahanya hanya sekedar menjual gorengan.
Rupanya… banyak yang belum tahu dengan cara apa Udin berangkat haji. Dan memang, ia merahasiakan hal itu selama ini. Udin pun menjawab seadanya, “Dulu…, saya sedekah pentil singkong kepada seorang anak yatim, eh gak taunya dengan sedekah itu saya dan istri berangkat haji. Kalo tahu begini, coba dulu saya sedekah singkong beneran sama tuh anak…!”
Udin mencoba berkelakar dengan jawabannya, dan hal itu membuat hadirin tertawa terbahak mendengarnya. Dalam hati, Udin bersyukur kepada Allah Swt Yang Sungguh menepati janji kepada dirinya.
Sungguh Allah Swt Maha Kuasa untuk membalas amal seorang hamba, bahkan hingga 700 kali lipat atau lebih dari itu.

Awal Mula Perkembangan Kebudayaan Islam di Indonesia

Budaya Masjid di Indonesia
Awal Mula Perkembangan Kebudayaan Islam di Indonesia

A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia

Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong.
    Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
  2. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
  3. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.
              Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.
Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh, kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.
             Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082M.
             Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.
Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 1460-1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan.
             Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.
B. Saluran Penyebaran Islam Berdasarkan asal daerah dan waktunya

Dari daerah Mesopotamia yang dikenal sebagai Persia merupakan jalur utara. Dari Persia ke utara melalui darat Islam menyebar Afganistan, Pakistan dan Gujarat. Melalui laut ke timur menuju Indonesia. Dari jalur tersebut Islam memperoleh unsure baru yang disebut Tasawuf.
       Melalui jalut tengah, dari bagian lembah Yordania dan di bagian timur melalui Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang berhadapan langsung ke Indonesia. Dari Semenanjung Arabia penyebaran agama Islam ke Indonesia lebih murni, diantaranya aliran Wahabi (dari nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiaran agama. Daerah yang merasakan pengaruhnya adalah Sumatra Barat.
       Melalui jalur selatan yang berpangkal di Mesir. Dari kota Kairo yang merupakan pusat penyiaran agama secara modern. Indonesia memperoleh pengaruh utama dari organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyah.
Secara teperinci golongan penyebar agama Islam di Indonesia ada 3 yaitu:
  • Golongan Mubaligh atau guru agama Islam (sufi). Gologan ini adalah orang yang mempunyai orientasi bedakwah dan masuk ke Indonesia kira-kira abad ke-13 M yang berasal dari Arab dan Persia.
  • Golongan Pedagang. Golongan pedagang pertama kali masuk Indonesia adalah orang Arab, disusul orang Mesir, Persia dan Gujarat.
  • Golongan Wali. Wali yang terkenal memperkenalkan ajaran Islam di Indonesia adalah Wali songo, antara lain:
  1. Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi (Gresik).
  2. Sunan Ngampel atau Raden Rahmat (Ngampel Surabaya).
  3. Sunan Bonang atau Radem Maulana Makdum Ibrahim (Bonang Tuban).
  4. Sunan Drajat atau Syarifudin (Sedayu Surabaya).
  5. Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih (Giri Gresik).
  6. Sunan Kalijaga (Kadilangu Demak).
  7. Sunan Kedus atau Jafar Sodiq (Kudus).
  8. Sunan Muria atau Raden Umar Said (Gunung Muria Kudus).
  9. Sunan Gunung Jati (Gunung Jati Cirebon).

 

Di samping itu, penyiaran agama Islam dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
  • Perdagangan. Proses Islamisasi melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif cara-cara lain. Apalagi yang terlibat bukan hanya masyarakat dari golongan bawah melainkan juga dari golongan atas seperti kaum bangsawan atau para raja.
  • Perkawinan. Para pedagang Islam dalam melakukan perdagangan memerlukan waktu yang lama, sehingga harus menetap di suatu daerah tertentu. Keadaan ini mempercepat hubungan dengan kaum pribumi/bangsawan. Terkadang juga sampai dengan perkawinan, sehingga melalui perkawinan terlahir seorang muslim.
  • Politik. Pengaruh kekuasaan seorang raja berpengaruh besar dalam proses Islamisasi. Setelah raja memeluk Islam, maka rakyatnya mengikuti jejak rajanya. Setelah tersosialisasi dengan agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaanyang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
  • Pendidikan. Para ulama, guru agama atau para kyai juga memiliki peran penting dalam penyebaran Islam. Dengan mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pengajaran agama Islam bagi para santri.
  • Kesenian. Melalui kesenian penyebaran agama Islam dapat dilakukan seperti melakukan pertunjukan wayang dan gamelan. Kesenian tersebut sangat digemari masyarakat. Dengan bercerita atau berdakwah para ulama dapat menyisipkan ajaranagama Islam.
  • Tasawuf. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu rakyat, seperti menyembuhka penyakit dan lain-lain. Penyebaran agama Islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi, alam pikiran dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima masyarakat.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan

     Ilmu-ilmu Keagamaan

Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :

  1. Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas.
  2. Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.

Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :

  • Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid.
  • Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Mir’atul Mu’min (Cermin Orang Beriman).
  • Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al Adyan (tasawuf).
  • Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh).
  • Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
  • Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati 
  • Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah.
    Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih). 
  •  Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris
  • Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)


D. Arsitektur Bangunan

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.

Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.

E. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut:
  1.  Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
  2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras. 
  3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
F. Manfaat dari perkembangan islam di indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini.
  1. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
  2. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut. a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran. b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara
  3. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
  4. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
  5. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.
G. Perilaku Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
  1. Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong.
  2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
  3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.

Rencanakan Kematian Yang lebih Indah



Jika kematian itu adalah sautu kebenaran yang pasti kita rasakan, maka mengapa kita seakan acuh-tak acuh saja padanya? Mengapa kita seakan melupakannya? Mengapa kesibukan menjalani kehidupan sementara di dunia ini menyebabkan kita seakan tidak maksimal dalam menghadapi kematian?

Yuk Remaja Islam Indonesia Contoh Akhlak Rosullullah SAW

Remaja Islam Indonesia
Remaja Islam Indonesia Contoh Akhlak Rosullullah SAW.
Akhir-akhir ini kita dibuat prihatin dengan maraknya tawuran antar pelajar, merebaknya pemakaian narkoba di kalangan remaja, pergaulan bebas diantara remaja, dan beberapa tindak kejahatan yang melibatkan anak remaja. Apa sebenarnya yang salah dengan negeri ini, sehingga banyak remaja Indonesia terjerumus kepada sikap dan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama, moral, dan etika?
Padahal sebagai generasi harapan bangsa, remaja diharapkan kelak menjadi pemimpin yang akan membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsanya. Namun dengan kondisi remaja seperti yang tergambar di atas, bagaimana kita bisa berharap banyak pada kaum remaja? Tak bisa terbayangkan bagaimana kondisi negara kita di masa depan bila kaum remaja sekarang ini berperilaku menyimpang, malas, semaunya sendiri, tidak mengindahkan moral dan etika, serta melanggar hukum.
Banyak faktor yang melatarbelakangi rusaknya mental dan kepribadian kaum remaja di negeri ini. Faktor itu meliputi; pendidikan, lingkungan sosial, ekonomi, seni-budaya, dan lain sebagainya. Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang terutama dalam bentuk transformasi teknologi informasi dan budaya memberi dampak signifikan bagi perubahan watak dan perilaku kaum remaja. Intensitas penggunaan internet dan video game yang meningkat di kalangan anak-anak dan remaja turut memberi andil.
Sekarang ini kita bisa melihat begitu banyak remaja yang suka bergaya, berperilaku, dan meniru artis asing. Contohnya korean style yang sedang mewabah di kalangan remaja. Ironisnya, hal itu juga diikuti remaja muslim. Memang, kegiatan meniru sang idola bagian dari pembentukan pribadi remaja dalam tahap pencarian jati diri. Dalam ilmu psikologi hal itu sah saja selama kegiatan meniru bernilai positif. Namun yang disayangkan, lebih banyak kegiatan meniru itu justru bernilai negatif dan berpotensi merusak mental kepribadian remaja.
Pasalnya, apa yang mereka tiru dan ikuti tidak selaras dengan norma maupun nilai-nilai agama, sosial, dan budaya yang dianut di negeri ini. Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam dan berbudaya ketimuran sangatlah tidak sesuai bila mengikuti budaya asing, khususnya barat, yang cenderung liberal, hedonis, dan permisif. Mengembangkan pemikiran yang maju dan modern seperti yang dilakukan kaum reformis Barat boleh saja dilakukan selama tidak menafikan nilai-nilai moralitas yang ditanamkan oleh agama dan kultur sosial setempat.
Islam mengajarkan umatnya untuk mencari ilmu sampai ke negeri China, belajar hingga akhir hayat, dan mengembangkan potensi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan di dunia selama tidak menyalahi syariat agama. Semestinya kaum remaja muslim jangan hanya sekadar sebagai penonton, peniru, atau pengekor. Remaja muslim harus menjadi pembaharu, pemikir, dan pioner bagi kemajuan masyarakat dunia. Seperti yang dulu pernah dilakukan oleh ilmuwan Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Ibnu Ismail Al Jazari, dan banyak lagi yang lainnya.
            Allah Ta’ala berfirman :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar”. (QS. Ali Imran: 110). Ayat di atas sangat jelas menyiratkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik di dunia. Karena umat Islam yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya senantiasa berbuat terbaik bagi dirinya, lingkungannya, dan sesama.
Untuk mewujudkan visi sebagai umat terbaik, maka diperlukan upaya pembentukan karakter muslim yang kuat. Hal ini harus dilakukan melalui pendidikan sejak usia dini atau kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Dalam hal ini peran orang tua, guru, dan pemerintah sebagai penyedia fasilitas sangat besar sekali dalam pembentukan watak dan kepribadian seorang muslim.
Pembentukan Karakter Remaja Islami
Untuk membentuk karakter remaja islami yang cerdas, mandiri, tangguh, berakhlakul karimah, amanah, dan tawaduk tidak hanya dilakukan melalui pendidikan formal seperti di sekolah atau pesantren. Pendidikan dan penanaman nilai-nilai islami justru dimulai dari lingkungan keluarga. Dalam hal ini orang tua memikul tanggung jawab dan peran utama mendidik anak. Orang tualah yang menentukan mau dijadikan seperti apa dan diarahkan ke mana jalan hidup anak.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  “Setiap (anak) yang dilahirkan (pasti) dilahirkan di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Hurairah). Hadist ini menekankan pentingnya tugas orang tua dalam mengawali pendidikan pada anaknya. Orang tua mesti mengenalkan Islam secara dini, karena dengan memeluk agama Islam dan menjalankan syariat dengan benar akan menjadi benteng sekaligus penyelamat bagi hidupnya, baik di dunia maupun di akherat.
Allah Ta ‘ala berfirman: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, demikian pula Yaqub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah: 132). Selanjutnya keyakinan pada agama Islam ini dikuatkan dengan pelajaran tauhid, yakni penghambaan dan penyerahan diri kepada Allah SWT.
Allah Azza Wa Jalla berfirman: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am: 162-163). “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).
Setelah pelajaran tauhid ini tertanam kuat pada diri sang anak, barulah kemudian diajarkan tentang akhlak, ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan segala hal yang menyangkut kehidupan di dunia. Mengenai pendidikan akhlak ini kita bisa mencari referensi pada akhlak dan kepribadian Rasulullah saw. Karena Nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik manusia di muka bumi ini. Pada dirinya terdapat uswatun hasanah (suri tauladan yang baik).
Beliau pernah bersabda kepada Ibnu Abbas ra. ketika mengajarkan beberapa perkara aqidah kepadanya, “Hai anak kecil, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkataan: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati Dia berada di depanmu, jika kamu meminta maka minta hanya kepada Allah dan jika kamu meminta pertolongan maka minta pertolongan hanya kepada Allah”. (HR. At-Tirmizi)
Dan beliau juga bersabda dalam masalah sholat: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena (mereka meninggalkan) nya ketika mereka telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur”. Beliau pernah menegur Umar bin Abi Salamah ketika dia sedang makan, “Hai anak kecil, bacalah bismillah (sebelum makan), makanlah dengan (tangan) kananmu dan (mulailah) makan dari (makanan) yang terdekat denganmu”. (HR. Muslim)
Begitu perhatian Rasulullah saw kepada penanaman akhlak yang baik sejak dini, sehingga beliau tak segan menegur anak kecil. Meski kita semua tahu sifat anak kecil yang lebih suka bermain-main dan bercanda. Kita mungkin akan dibuat jengkel dan hilang kesabaran oleh perilaku anak yang mudah mengabaikan perintah. Tapi justru di sinilah iman kita diuji. Mendidik anak tak ubahnya mengukir di atas batu; sangat sulit dan membutuhkan waktu. Namun jika kita terus melakukannya dan tak kenal lelah, insya Allah ukiran kebaikan yang kita ajarkan kepada anak-anak akan terus membekas hingga dewasa!
Menanamkan Sifat-sifat Terpuji
Hal lain yang perlu ditekankan pada pembentukan karakter remaja Islami adalah penanaman sifat-sifat terpuji seperti: jujur, sabar, adil, bijaksana, amanah, rendah hati, welas asih kepada sesama, suka menolong, peka terhadap lingkungan, dan bertoleransi atas perbedaan yang ada. Muslim yang baik adalah pribadi yang tidak suka pada kekerasan, permusuhan, dendam, kebencian, atau mengobarkan api konflik kepada orang lain, apalagi kepada sesama muslim.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah : 2). Di ayat lain Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan menzholimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”. (QS. An-Nisa’: 40).
Rasulullah saw menekankan pentingnya menjaga diri dari perbuatan zalim atau menyakiti orang lain, terlebih kepada sesama muslim. Beliau bersabda: “Janganlah kalian saling hasad, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi, janganlah seorang dari kalian membeli barang yang telah dibeli oleh orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, ia tidak menzhaliminya dan tidak merendahkannya. Takwa itu disini (beliau menunjuk ke dadanya 3 kali), cukuplah seseorang dikatakan jahat jika dia menghinakan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim dengan muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”. (HR. Muslim)
Di hadist lain Rasulullah bersabda:“Hendaklah kalian berlaku jujur, sebab kejujuran itu mengantar kepada kebaikan dan kebaikan itu mengantar ke surga dan senantiasa orang itu berlaku jujur dan terus menerus berlaku jujur sehingga dicatat di sisi Allah selaku orang yang jujur. Dan janganlah kalian berlaku dusta, sebab dusta mengantar kepada kedurhakaan dan kedurhakaan itu mengantar kepada neraka, dan senantiasa orang yang berdusta dan terus menerus berdusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Demikianlah beberapa pelajaran penting yang perlu diberikan kepada kaum remaja Islam di tanah air, sehingga mereka bisa menjaga diri dari perbuatan menzalimi diri sendiri maupun orang lain. Dengan menanamkan aqidah yang kuat pada diri seorang remaja Islam dan mengajarkan akhlakul karimah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, niscaya perbuatan sesat dan merusak seperti; tawuran, mengkonsumsi narkoba, seks bebas, dan lain sebagainya bisa dihindari.
Semoga uraian di atas memberi manfaat kepada kita semua. Amin ya robba alamin!

Referensi : http://cyberdakwah.com/2013/06/menanamkan-akhlakul-karimah-pada-remaja-islam/

Sujud Terakhir Di Malam Pertama Yang Indah

Setelah melaksana kan shalat Maghrib dia berhias, menggunakan gaun pengantin putih yang indah, mempersiapkan diri untuk pesta pernikahannya. 
Namun tak lama berselang dia mendengar suara azan Isya berkumandang dan dia sadar kalau wudhunya telah batal. 
Dia berkata pada ibunya :
“Bu, saya mau berwudhu dan shalat Isya.”
Ibunya terkejut dengan berkata: 
“Apa kamu sudah gila? 
Tamu telah menunggumu untuk melihatmu, bagaimana dengan make-up mu? 
Semuanya akan terbasuh oleh air.”
Lalu ibunya menambahkan : 
“Aku ibumu, dan ibu katakan jangan shalat sekarang! 
Demi Allah, jika kamu berwudhu sekarang, ibu akan marah kepadamu”
Sang anak membalas : 
“Demi Allah, saya tidak akan pergi dari ruangan ini, hingga saya shalat. Ibu, ibu harus tahu bahwa tidak ada kepatuhan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Pencipta!”
Ibunya pun berkata : 
“Apa yang akan dikatakan tamu-tamu kita tentangmu, ketika kamu tampil dalam pesta pernikahanmu tanpa make-up?? Kamu tidak akan terlihat cantik dimata mereka! dan mereka akan mengolok-olok dirimu”
Sang anak membalas dengan tersenyum : 
“Apakah ibu takut karena saya tidak akan terrlihat cantik di mata makhluk? 
Bagaimana dengan Penciptaku? 
Yang saya takuti adalah jika dengan sebab kehilangan shalat, saya tidak akan tampak cantik di mata-Nya”.
Setelah mengatakan itu, dia tetap berwudhu, dan seluruh make-up nya terbasuh. Tapi dia tidak merasa bermasalah dengan itu. Kemudian ia memulai shalatnya. Dan pada saat bersujud, dia tidak menyadari bahwa itu akan menjadi sujud terakhirnya. Pengantin wanita itu pun wafat dengan cara yang indah, yaitu bersujud di hadapan Pencipta-Nya. Ya, ia wafat dalam keadaan bersujud, sehingga menjadi akhir kehidupan yang luar biasa bagi seorang Muslimah yang teguh untuk mematuhi Tuhannya!
Subhanallah… Kisah di atas menunjukkan bahwa di dunia ini masih tersisa kebaikan, kebenaran dan kemuliaan.
Banyak orang tersentuh mendengarkan kisah ini. Ia telah menjadikan Allah SWT dan ketaatan kepada-Nya sebagai prioritas pertama dan utama. Sehingga menjadi sebuah fenomena yang luarbiasa masih terjadi di tengah pola kehidupan duniawi yang terus di agungkan oleh sebagian besar manusia. 
Sehingga patut menjadi tolak ukur dan penyemangat diri – terutama kaum Muslimah – bahwa mengikuti perintah-Nya adalah yang terbaik sebagai manusia dan tetap indah.
Tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak takut kepada Allah SWT. Dan ketakutan yang telah di contohkan oleh pengantin wanita di atas adalah kebenaran. Inilah sikap yang akan menyelamatkan seseorang di akherat kelak. 
Di waktu yang penuh sesak dan tiada kesempatan untuk memperbaikinya. Sehingga mulai sekaranglah wahai saudariku tercinta engkau berbenah diri, merubah kebiasaan dan pola kehidupan yang terus menduniawi ini. Pikirkan tentang kehidupan akheratmu nanti, tentang bagaimana bisa engkau memperoleh kebaikan sementara engkau tidak berbuat baik yang sesuai ketetapan-Nya.
Benar adanya, bahwa sikap seperti pengantin wanita di atas itu sulit dan tidak sedikit yang mengabaikannya, tetapi yakinlah masih ada di antara kita yang mau melakukannya. Mereka memilih bahwa kehidupan ini harus di tempatkan pada posisi yang tepat. 
Pada keadaan bahwa ia hanyalah seorang hamba yang harus selalu patuh hanya kepada Tuhannya. Apapun resikonya ia tidak peduli, karena yang diinginkannya adalah mengabdi dan mencintai Tuhannya saja. Sehingga berakhirlah kehidupannya dalam keindahan. Sungguh indah dan mulia.
Ya. Siapapun dari Muslimah yang menginginkan perjalanan hidupnya di akherat menjadi indah dan mudah, maka ia harus mencontoh sikap pengantin wanita di atas, karena demikianlah yang di lakukan oleh para wanita shalihah. 
Kaum Muslimah yang menjadi idaman bagi sosok yang shalih karena telah mengikuti jejak para Nabi. Hamba Allah yang kelak akan berdiri di belakang Fathimah Az-Zahra RA, karena menjadi penghuni Syurga selamanya.

(WOUW) Nikmatnya Menjadi Hamba Allah


hamba Allah

“Barangsiapa menempatkan dirinya di sisi Tuhannya layaknya hamba sahaya yang tunduk dan patuh ( yang ia miliki, maka ia telah mencapai puncak (kehambaan) yang sangat sempurna.” 
Harapan setiap dari Anda manakala mempunyai hamba sahaya adalah hamba yang berkarakter dan berperilaku penurut, berbudi pekerti luhur, bekerja dengan profesional selain juga berpenampilan bersih, rapi, dan disiplin.

KH Ahmad Dahlan: Tentara Kandjeng Nabi Muhammad

KH Ahmad Dahlan
KH Ahmad Dahlan:  Tentara Kandjeng Nabi Muhammad. Kampung Kauman, Yogyakarta, pada masa lalu dikenal sebagai basis santri, ulama, dan kaum ningrat. Masyarakatnya dikenal religius dan santun.
Kata Kauman, menurut sejarawan dari Universitas Gadjah Mada, Adaby Darban, berarti “Tempat Para Penegak Agama”.