Balasan Allah SWT Untuk Sepotong Pentil Singkong
Balasan Allah SWT Untuk Sepotong Pentil Singkong. Di Cipete Jakarta Selatan. Di sebuah sekolah dasar di sana, seorang
pria penjual gorengan bernama Udin (bukan nama asli) berjualan.
Lonceng turun main, kira-kira akan berbunyi sepuluh menit lagi. Ia
tengah memotong beberapa singkong untuk digoreng. Singkong seperti yang
kita tahu, berbentuk tabung dan berkerucut pada ujungnya.
Biasanya sebuah singkong akan dipotong lima bagian. 4 bagian digoreng
untuk dijual, sementara bagian ujung atau pentilnya disisihkan untuk
dibuang.
Hari itu, Udin menggoreng kira-kira 5 buah singkong, dan pentil singkong yang tersisa pun berjumlah 5 karenanya.
Lonceng istirahat berbunyi, para siswa pun berhamburan ke luar kelas
untuk jajan dan istirahat. Seorang anak kurus sambil menggigit jari
berdiri di ujung gerobak Udin. Anak ini tidak membeli gorengan seperti
siswa lainnya, juga tidak berbicara sepatah katapun.
Naluri Udin berkata bahwa anak ini tidak punya uang untuk jajan. Hati
kecil menyuruhnya agar 5 pentil singkong yang ada diberikan saja kepada
anak itu. Maka diambillah beberapa pentil itu. Ia masukkan ke dalam
adonan tepung, kemudian digorenglah. Setelah matang, Udin menaruhnya di
atas kertas lalu disodorkannya kepada anak itu.
Si anak senang bukan main. Senyumnya mengembang. Udin turut bahagia
melihatnya. Belakangan, Udin tahu bahwa anak tersebut adalah seorang
yatim yang baru saja kehilangan bapak.
Kejadian pagi itu terus berulang. Udin memberikan beberapa pentil singkongnya kepada anak yatim itu.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun hingga anak itu
lulus dari Sekolah Dasar. Udin tidak merasa berat, sebab apa yang ia
berikan kepada anak yatim itu, tiada lain adalah barang yang tiada
berharga bagi siapapun. Dalam pengalamannya berjualan, tidak ada seorang
pun yang mencari pentil singkong untuk dibeli. Bahkan bila dijual
sekalipun dalam jumlah banyak, pastilah tidak akan laku.
Udin tak berkeberatan memberikan pentil singkongnya kepada anak itu. Bahkan untuk setiap hari!
Allah Swt akan membalas kebaikan seorang hamba bila ia membantu saudaranya bahkan hingga 700 kali lipat!
Lebih dari 30 tahun berselang setelah anak yatim itu lulus. Saat itu,
Udin masih mengerjakan rutinitasnya setiap hari; yaitu berjualan
gorengan di sekolah dasar yang sama. Maka berhentilah sebuah mobil mewah
nan mengkilap tepat di depan gerobak Udin.
Seorang pemuda tampan turun dari mobil. Ia mengenakan setelan dan
dasi yang bermerk. Rambutnya di sisir rapi dan mengkilat ditimpa sinar
matahari.
Melihat calon pembeli dengan mobil bagus, Udin sigap membuka
pembicaraan, “Mau beli gorengan, Den…?!” Pemuda itu tersenyum dan
berkata, “Masa akang lupa sama saya?” Pertanyaan itu membuat Udin
berpikir singkat, namun ia tidak menemukan jawaban. Udin lalu bertanya
polos, “Memangnya…, Aden ini siapa ya?” Masih tersenyum, pemuda itu
mengatakan, “Saya ini adalah anak pentil singkong, Kang!” Mendengar itu,
Udin berucap tasbih. Rasa gembira terbit di hatinya melihat kesuksesan
anak ini. Anak pentil singkong yang dulu kerap berdiri di pinggir
gerobaknya.
“Masya Allah…. sudah sukses sekarang ya, Den?!” Udin bertanya sekali lagi. “Alhamdulillah, Kang!” jawab si Aden.
Udin lalu menggamit lengan si Aden, diajaknya masuk ke balik gerobak.
Udin menyorongkan sebuah kursi kecil untuk duduk. Maka duduklah pemuda
itu, sementara Udin meneruskan pekerjaannya…. menggoreng singkong, tempe
dan lain-lain.
Sambil Udin bekerja, pembicaraan mengenai kenangan lama terulang
kembali. Keduanya merajut rasa syukur kepada Allah Swt Yang telah
melimpahkan anugerah tiada terkira. Pembicaraan tersebut terus berlanjut
hingga berujung pada sebuah kalimat yang diucapkan sang pemuda.
“Akang… saya ke sini mau berterima kasih!” kata si pemuda. “Atas apa,
Den?!” jawab Udin. “Berterima kasih atas kebaikan kang Udin kepada
saya. Dulu kalau gak dikasih pentil singkong sama Akang, saya gak bakal
bisa belajar dengan tenang. Kalau belajar gak tenang, saya gak bakal
pintar. Kalau gak pintar, saya gak bakal bisa lulus sekolah dan sukses
seperti sekarang…. saya ke sini mau berterima kasih ke kang Udin!”.
Kalimat yang baru diucapkan oleh pemuda begitu tersusun dan membanggakan
hati Udin. Namun Udin masih berkelit sambil berujar, “Den… sudah gak
usah dipikirkan. Apa yang saya kasih ke Aden berupa pentil singkong itu
kan gak berharga! Ngapain pake terima kasih segala. Lagian, kalo saya
jual gak bakal ada yang mau…!” Udin mencoba merendah dan menolak pamrih.
Pemuda masih mengejar dengan satu pertanyaan lagi, dan ini membuat
Udin menjadi bergidik. “Akang…, saya dan istri berniat haji tahun ini.
Saya ingin Kang Udin dan istri mau menemani kami. Mau kan, Kang?”
Gemuruh rasa terjadi di dada Udin. Tidak pernah terbayang baginya
akan ada seorang hamba Allah yang mengajaknya untuk menunaikan rukun
Islam kelima. Udin pun mengiyakan, dan pemuda itu pun pergi meninggalkan
Udin.
Udin dan istrinya berangkat haji. Seluruh biaya dan uang jajan
keduanya ditanggung oleh si pemuda. Barangkali lebih dari Rp 60 juta
yang dibayarkan olehnya. Udin dan istri lalu berangkat ke Baitullah,
menunaikan semua ritual dan kewajiban dalam ibadah haji. Hingga ia dan istri kembali ke tanah air lagi dengan selamat.
menunaikan semua ritual dan kewajiban dalam ibadah haji. Hingga ia dan istri kembali ke tanah air lagi dengan selamat.
Sesampainya di tanah air, banyak kerabat, saudara dan tetangga datang
bersilaturahmi. Udin membagikan oleh-oleh berupa air zamzam, kurma dan
banyak lagi.
Banyak orang senang menerima hadiah tersebut. Mereka pun banyak menanyakan pengalaman Udin dan istri selama berhaji.
Udin menjawab semua pertanyaan orang yang datang sebisanya. Hingga
saat ada seseorang yang bertanya tentang bagaimana caranya kang Udin
dapat berhaji bersama istri padahal usahanya hanya sekedar menjual
gorengan.
Rupanya… banyak yang belum tahu dengan cara apa Udin berangkat haji.
Dan memang, ia merahasiakan hal itu selama ini. Udin pun menjawab
seadanya, “Dulu…, saya sedekah pentil singkong kepada seorang anak
yatim, eh gak taunya dengan sedekah itu saya dan istri berangkat haji.
Kalo tahu begini, coba dulu saya sedekah singkong beneran sama tuh
anak…!”
Udin mencoba berkelakar dengan jawabannya, dan hal itu membuat
hadirin tertawa terbahak mendengarnya. Dalam hati, Udin bersyukur kepada
Allah Swt Yang Sungguh menepati janji kepada dirinya.
Sungguh Allah Swt Maha Kuasa untuk membalas amal seorang hamba, bahkan hingga 700 kali lipat atau lebih dari itu.